Pada masa Hindu-Budha dan Islam, banyak kerajaan yang mengalami kejayaan. Misalnya, kerajaan
Majapahit, Singhasari, dan Samudra Pasai. Keberadaan kerajaan tersebut tidak terlepas dari orangorang
yang mendirikannya. Bahkan, kerajaan tersebut mengalami kejayaan karena ada tokoh-tokoh yang
berperan di dalamnya.
1. Tokoh Sejarah pada Masa Hindu-Bud ha
Berikut ini akan dijelaskan beberapa tokoh berdasarkan masa kerajaannya
a. Tokoh pada masa Kerajaan Mataram Lama
1) Raja Sanjaya
Raja Sanjaya merupakan Raja pertama yang memimpin Mataram Lama. Raja Sanjaya memerintah
sekitar 732 Masehi. Raja Sanjaya berhasil membangun kembali Mataram menjadi kerajaan yang
kuat. Untuk mengabadikan kekuasaannya, Raja Sanjaya membangun dinasti yang dikenal dengan
nama Dinasti Sanjaya.
2) Rakai Panangkaran
Rakai Panangkaran merupakan Raja Mataram Lama. Ia menggantikan Raja Sanjaya. Semasa
kepemimpinan Rakai Panangkaran, Kerajaan Mataram Lama berada di bawah pengaruh Kerajaan
Syailendra. Pada saat itu, Kerajaan Syailendra dipimpin oleh Samaratungga.
3) Rakai Pikatan
Rakai Pikatan menjadi raja Mataram Lama menggantikan Rakai Panangkaran. Rakai Pikaitan berhasil
membebaskan Mataram dari pengaruh Kerajaan Syailendra. Keberhasilan itu diawali oleh perkawinan
Rakai Pikaitan dengan Pramodharwardani. Pramodharwardani merupakan salah satu anggota
keluarga Kerajaan Syailendra. Rakai Pikatan dan Pramodharwardani banyak mendirikan candi. Candi
tersebut antara lain Candi Sewu, Plaosan, dan Prambanan.
4) Dyah Balitung
Raja Dyah Balitung memerintah pada 898–910. Pada masa pemerintahannya, ia mampu menguasai
daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ia memerintah dengan bijaksana. Dengan begitu, kerajaannya
aman dan makmur.
b. Tokoh pada masa Kerajaan Medang kamulan (Mataram Jawa Timur)
1) Mpu Sindok
Mpu sindok mempunyai gelar Mpu Sindok Sri Isana Tunggawijaya. Mpu Sindok memerintah pada
929–947 Masehi. Mpu Sindok memerintah dengan bijaksana. Ia pun selalu memerhatikan
kesejahteraan rakyatnya. Karenanya, kehidupan rakyat aman dan tentram. Kemudian, Mpu Sindok
diganti oleh putrinya bernama Sri Isana Tunggawijaya. Sri Isana Tunggawijaya mempunyai suami
bernama Lokapala. Dari pernikahannya, lahir seorang putra bernama Makutawangsawardhana.
Makutawangsawardhana mempunyai seorang putri bernama Mahendradatta. Mahendradatta menikah
dengan Pangeran Udayana yang berasal dari Bali. Dari pernikahan itu, lahir Airlangga.
2) Dharmawangsa Teguh Ananta Wikramatunggadewa
Dharmawangsa Teguh menggantikan Makutawangsawardhana menjadi raja Medang Kamulan.
Dharmawangsa Teguh yang sangat berambisi untuk meluaskan kekuasaannya sampai ke luar Jawa.
Namun, kerajaan mengalami keruntuhan oleh raja bawahannya sendiri. Pada Prasasti Pucangan
diceritakan bahwa tidak lama setelah perkawinan Airlangga dengan putri Dharmawangsa, ibu kota
diserang oleh pasukan Haji Wurawari. Kejadian itu membuat Sri Maharaja Dharmawangsa Teguh
meninggal dunia.
3) Airlangga
Airlangga menjadi raja setelah Dharmawangsa Teguh. Pada masa kepemimpinannya, dipenuhi
dengan peperangan menaklukkan raja-raja bawahan yang memberontak dan melepaskan diri dari
kekuasaan Mataram. Situasi mulai berubah sejak 1024. Setelah kerajaan mulai aman, Airlangga
mengarahkan kebijakannya pada peningkatan perekonomian. Di bidang pertanian, ia berusaha
memodernkan irigasi. Untuk itu, dibangun bendungan Waringin Sapta di Kali Brantas. Pengembangan
perdagangan pun menjadi perhatian. Hal itu terlihat dari perbaikan Pelabuhan Ujung Galuh. Berkat
jerih payah Airlangga, perekonomian kerajaan kembali stabil dan rakyat hidup makmur. Keuletan
dan keberhasilan Airlangga dalam memimpin kerajaan tertulis dalam Kitab Arjunawiwaha karya Mpu
Kanwa. Menjelang akhir hayatnya, Airlangga hidup sebagai petapa di Pucangan. Ia wafat dalam usia
lanjut, yaitu pada 1049 M. Untuk mengenang jasa-jasa Airlangga, dibangun sebuah patung raja dalam
bentuk penjelmaan Dewa Wisnu yang sedang mengendarai burung garuda. Patung tersebut dibangun
di tempat pertapaannya. Airlangga dimakamkan di Candi Belahan.
c. Tokoh pada masa Kerajaan Kediri
1) Raja Jayawarsa
Raja Jayawarsa merupakan raja Kediri. Dalam Prasasti Sirah Keting diceritakan bahwa Jayawarsa
merupakan raja yang arif dan sangat mengutamakan kesejahteraan rakyatnya.
2) Raja Bameswara
Raja Bameswara dikenal sebagai raja yang banyak meninggalkan prasasti tentang masalah
keagamaan.
3) Raja Jayabaya
Jayabaya menggantikan Raja Bameswara. Ia naik takhta pada 1135 Masehi. Dalam Prasasti Talan
dijelaskan tentang Jayabaya yang memindahkan Prasasti Ripta menjadi Prasasti Dinggopala. Dalam
prasasti itu, Jayabaya disebutkan sebagai penjelmaan Dewa Wisnu dengan lencana narasingha
atau narasimha. Keterangan dalam Prasasti Ngantang menyebutkan bahwa Panjalu Jayati memiliki
arti ‘Kediri menang’. Kata itu diduga berkaitan dengan kemenangan Panjalu atas Jenggala. Hal itu
juga untuk menunjukkan bahwa Jayabaya adalah pewaris tahta kerajaan yang sah dari Airlangga.
4) Sri Gandra
Sri Gandra merupakan raja Kediri yang berjasa. Pada masanya, angkatan laut Kediri menjadi kuat
dan disegani oleh Sriwijaya. Selain itu, jabatan Senopati Sarwajala mulai dikenal. Pada waktu itu,
Kediri mendapat kewenangan untuk mengawasi perairan nusantara bagian timur. Sementara itu,
lautan nusantara bagian barat di bawah pengawasan Sriwijaya. Meskipun begitu, kedua kerajaan
tersebut tetap damai. Sejak masa Sri Gandra, pejabat-pejabat kerajaan memakai sebutan binatang
yang ditiru sifatnya. Misalnya, Menjangan Puguh, Macan Putih, dan Kebo Salawah.
5) Kameswara
Kameswara merupakan raja Kediri yang memerintah setelah Sri Gandra. Pada masa Kameswara,
seni sastra di Kediri berkembang dengan pesat.
6) Kertajaya
Kertajaya menjadi raja kediri setelah Kameswara. Pada masa Kertajaya, di Kediri sering terjadi
konflik antara raja dengan kaum Brahmana. Raja menuntut para Brahmana menyembahnya karena
menganggap dirinya sebagai titisan dewa. Namun, para Brahmana menolak. Para Brahmana itu
meminta bantuan kepada Ken Arok (kuwu dari Tumapel) untuk menggulingkan pemerintahan
Kertajaya. Akhirnya, pecahlah pertempuran antara Kediri dengan Tumapel di desa Ganter pada
1222 Masehi. Dalam pertempuran tersebut, pasukan Kediri mengalami kekalahan. Kertajaya terluka
parah dan meninggal dunia. Peristiwa itu sekaligus menandai runtuhnya kerajaan Kediri.
d. Tokoh pada masa Kerajaan Singhasari
1) Ken Arok
Ken Arok menjadi raja Singhasari pada 1222–1227. Ia mendirikan dinasti baru yang bernama
Girindrawangsa. Ken Arok meninggal karena terbunuh oleh seseorang suruhan Anusapati, anak tiri
Ken Arok. Ken Arok dimakamkan di Kagenengan dalam bangunan Syiwa-Budha.
2) Anusapati
Anusapati merupakan anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung. Sebelum menikah dengan Tunggul
Ametung, Kendedes menikah dengan Ken Arok. Anusapati memerintah di Kerajaan Singhasari pada
1227–1247. Ia menggantikan Ken Arok. Namun, pembunuhan Ken Arok oleh Anusapati pada akhirnya
diketahui oleh Tohjaya. Tohjaya merupakan anak Ken Arok dari Ken Umang. Kemudian, Anusapati
dibunuh oleh Tohjaya. Anusapati dimakamkan di candi Kidal.
3) Tohjaya
Setelah kematian Anusapati, Tohjaya menjadi raja Singhasari. Tohjaya memerintah dari 1247 sampai
1248. Pada saat Tohjaya memerintah, Ranggawuni, anak Anusapati menuntut balas atas kematian
ayahnya. Ranggawuni juga merasa berhak menjadi raja Singhasari. Kemudian, Ranggawuni
bekerjasama dengan Mahisa Campaka (cucu Ken Arok dan Ken Dedes) menyerang Tohjaya. Saat
itu, Tohjaya meninggal di Katang Lumbang karena luka-luka.
4) Ranggawuni
Ranggawuni menjadi raja setelah Tohjaya meninggal. Pada saat pemerintahan Ranggawuni, dendam
keluarga di Singhasari telah hilang. Hal itu membuat pemerintahannya berjalan dengan aman dan
tenteram. Pada waktu pemerintahan Ranggawuni, Mahisa Campaka diberi kedudukan sebagai
pendamping raja. Mahisa Campaka diberi gelar Ratu Angabaya.
5) Kertanegara
Kertanegara menjadi raja Singhasari pada 1268–1292. Pada masa pemerintahan Kertanegara,
Kerajaan Singhasari mencapai puncak kejayaannya. Raja Kertanegara berusaha mempersatukan
wilayah nusantara.
e. Tokoh pada masa Kerajaan Majapahit
1) Raja Jayanegara
Raja Jayanegara merupakan anak Raden Wijaya. Raden Wijaya yaitu raja pertama Majapahit.
Jayanegara atau Kalagemet memerintah pada 1309–1328 Masehi. Pada masa pemerintahan
16 Ilmu Pengetahuan Sosial untuk SD/MI Kelas V
Jayanegara, banyak pemberontakan. Pemberontakan-pemberontakan itu datang dari orang-orang
yang berjuang dengan Raden Wijaya. Namun, mereka tidak diberikan jabatan. Pemberontakpemberontak
tersebut antara lain Ranggalawe (1309 M), Lembu Sora (1311 M), Nambi (1316 M),
dan Kuti (1319 M). Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya.
Pemberontakan tersebut hampir meruntuhkan kerajaan Majapahit. Namun, berkat Gajah Mada, Raja
Jayanegara dapat kembali ke Kerajaaan Majapahit. Karena jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi
patih di Kahuripan, lalu dingkat menjadi patih di Kediri.
2) Tribuwanatunggadewi
Tribuwanatunggadewi merupakan cucu Raja Jayanegara dari anaknya yang bernama Gayatri.
Tribuwanatunggadewi menjadi raja Majapahit pada 1328–1350 Masehi. Pada masa pemerintahan
Tribuwanatunggadewi, terjadi pemberontakan Sadeng (1331 Masehi). Nama Sadeng merupakan
nama sebuah daerah yang terletak di Jawa Timur. Pemberontakan Sadeng dapat dihentikan oleh
Gajah Mada dan Adityawarman. Atas jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Amangkhabumi
Majapahit menggantikan Arya Tadah. Pada waktu penobatannya, Gajah Mada mengucapkan
“Sumpah Palapa”. Isi sumpah tersebut yaitu Gajah Mada tidak akan makan buah palapa sebelum
nusantara bersatu di bawah naungan Majapahit.
3) Hayam Wuruk
Hayam Wuruk adalah anak Tribhuwana Wijayatunggadewi. Ia dilahirkan pada 1334. Hayam Wuruk
berarti "Ayam yang masih muda". Hayam Wuruk menjadi Raja Majapahit ketika berumur 16 tahun.
Ia menikah dengan Padukasari. Hayam Wuruk dianggap sebagai raja terbesar Majapahit karena
pada masa pemerintahannya Majapahit mencapai wilayah terluas.
Pada 1351, terjadi Perang Bubat. Peristiwa ini terjadi pada saat Hayam Wuruk bermaksud
menikahi puteri Raja Pajajaran yang bernama Diah Pitaloka Citrasemi. Pajajaran setuju asal Majapahit
tidak menguasai wilayah Pajajaran. Saat Hayam Wuruk di perjalanan menuju upacara pernikahan,
Gajah Mada mendesak agar Pajajaran tunduk pada Majapahit dan menyerahkan Diah Piataloka
sebagai upeti. Pajajaran menolak permintaan Gajah Mada. Akhirnya, terjadi Perang Bubat. Dalam
peristiwa ini, seluruh keluarga Pajajaran tewas. Beberapa tahun kemudian, Pajajaran menjadi wilayah
Majapahit.
4) Gajah Mada
Gajah Mada merupakan seorang tokoh politik, pejuang negara, dan seorang negarawan besar. Dengan
sepenuh hati, Gajah Mada mengabdikan dirinya untuk keagungan negeri dan mahkota. Sikap
pengabdian Gajah Mada ini terungkap dalam pokok-pokok sifat pribadinya sebagai berikut.
- Satya bhakti aprabhu, yang berarti setia dan bakti kepada negara dan mahkota.
- Tan satresna, yang berarti tidak pernah memikirkan kepentingan diri pribadi dan balas jasa.
- Hanyaken musuh, yang artinya menghalau dan memusnahkan segenap musuh negara dan mahkota.
- Prabu ginung pratidina, yang artinya mengagungkan nama raja dan negara setiap waktu
2. Tokoh-tokoh Pada Masa Kerajaan Islam
a. Sultan Malik As Saleh
Sebelum menganut Islam, Sultan Malik As Saleh bernama Marah Sile atau Merah Selu. Ia merupakan
pendiri Kerajaan Samudera Pasai. Saat Pemerintahannya, Sultan Malik As Saleh memperluas daerah
kekuasaannya sampai ke daerah-daerah seperti Tamiang, Balek Bimba, Samer Langga, Simpang Bulah
Telang, Perlak, dan Takus. Penduduk daerah-daerah yang dikuasai Sultan Malik As Saleh menjadi penganut
Islam.
Setelah wafat, Malik As Saleh dimakamkan di Samudera Pasai. Di atas makamnya, dibangun batu
nisan yang berciri Islam. Batu nisan tersebut berangka tahun 635 Hijriyah atau 1297 Masehi. Dari batu
nisan tersebut, diketahui bahwa Samudera Pasai merupakan kerajaan pertama di Indonesia. Dengan
wafatnya Sultan Malik As Saleh, tahta kerajaan Samudera Pasai turun kepada anaknya yang bernama
Sultan Muhammad Malik At-Thahir.
b. Iskandar Syah
Nama asli Iskandar Syah yaitu Paramisora. Ia merupakan seorang pangeran dari Majapahit yang melarikan
diri saat terjadi perang saudara. Perang tersebut dikenal dengan sebutan perang Paregreg. Ia mendatangi
satu daerah di Semenanjung Malaya. Kemudian, daerah tersebut diberi nama Malaka.
Iskandar Syah memerintah pada 1396–1414. Iskandar Syah berhasil menjadikan Malaka sebagai
kerajaan Islam. Bahkan, ia berhasil menjadikan Malaka sebagai kerajaan penting di Selat Malaka.
c. Muhammad Iskandar Syah
Muhammad Iskandar Syah menjadi raja Malaka menggantikan ayahnya (Sultan Iskandar Syah). Muhamad
Iskandar Syah memimpin pada 1414–1424. Pada masa pemerintahannya, kekuasaan Kerajaan Malaka
mencapai seluruh Semenanjung Malaya.
Muhammad Iskandar Syah menikah dengan putri Raja Samudera Pasai. Dalam kekuasaanya,
Kerajaan Malaka mengalami kejayaan. Ia mampu menjadikan Malaka sebagai pusat perdagangan dan
pelayaran. Karenanya, Malaka disebut sebagai Kerajaan Maritim. Namun, saat ia memerintah, ada
pemberontakan dari saudaranya yang bernama Mudzafat Syah. Mudzafat Syah berhasil merebut
kekuasaan Muhammad Iskandar Syah.
Mudzafat Syah menjadi Raja Malaka menggantikan Muhammad Iskandar Syah. Mudzafat Syah
merupakan raja Malaka pertama yang menggunakan gelar sultan. Setelah Mudzafat Syah meninggal,
Kerajaan Malaka dipimpin oleh putranya yang bernama Mansyur Syah.
d. Sultan Mansyur Syah
Sultan Mansyur Syah berkuasa pada 1458–1477. Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, Malaka
mengalami masa kejayaan sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.
Perluasan wilayah kekuasaan Kerajaan Malaka pada masa Sultan Mansyur Syah sampai ke Semenanjung
Malaya, Sumatra Tengah, dan Kerajaan Siam.
Sultan Mansyur Syah memperluas daerah kekuasaan dengan bantuan Laksamana Hang Tuah.
Laksamana Hang Tuah merupakan seorang panglima laksamana yang terkenal di Malaka.
Setelah wafat, Sultan Mansyur Syah digantikan oleh anaknya yang bernama Alauddin Syah. Sultan
Alauddin Syah memerintah pada 1477–1488. Pada masa pemerintahan Alauddin Syah, kerajaan Malaka
mulai merosot. Beberapa kerajaan yang dikuasai Malaka banyak yang membebaskan diri. Selanjutnya,
Kerajaan Malaka dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah. Ia memerintah pada 1488–1511.
e. Sultan Ali Mughayat Syah
Sultan Ali Mughayat Syah merupakan raja Kerajaan Aceh. Ia menguasai perdagangan di bagian barat
Indonesia. Untuk mempertahankan kekuasaan perdagangan itu, Sultan Ali Mughayat Syah memperluas
pengaruhnya ke Pidie Pasai dan bagian timur Sumatra. Ia juga menyerang bangsa Portugis di Malaka.
Setelah wafat, Sultan Ali Mughayat Syah digantikan oleh Sultan Salahuddin. Namun, pada masa
pemerintahan Sultan Salahuddin, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran.
e. Sultan Alauddin Riayat Syah
Sultan Alauddin Riayat Syah merupakan raja Aceh pengganti Sultan Salahudin. Sultan Alauddin Riayat
Syah bergelar Al-Qahar. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Aceh kembali mengalami kejayaan.
Bahkan, Kerajaan Aceh menjadi bandar utama di Asia bagi para pedagang muslim mancanegara.
g. Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda menggantikan Sultan Alauddin Riayat Syah menjadi raja Aceh. Dalam kekuasaannya,
ia memperkuat Kerajaan Aceh sebagai pusat perdagangan. Bahkan, ia melakukan beberapa perlawanan
berikut.
- Merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur Sumatra dan pesisir barat
Semenanjung Melayu.
- Menyerang kedudukan Portugis di Malaka dan kapal-kapalnya yang melalui Selat Malaka. Aceh sempat
memenangkan perang melawan armada Portugis di sekitar Pulau Bintan pada 1614.
- Bekerja sama dengan EIC Inggris dan VOC Belanda untuk memperlemah pengaruh Portugis.
Sultan Iskandar Muda mengizinkan persekutuan dagang dengan Inggris dan Belanda untuk membuka
cabangnya di Aceh. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, raja Aceh digantikan oleh menantunya yang
bernama Sultan Iskandar Thani.
h. Raden Patah
Raden Patah atau Jim-Bun merupakan pendiri Kesultanan Demak pada 1478. Raden Patah merupakan
anak Brawijaya, Raja Majapahit. Ibunya yaitu seorang putri keturunan Champa (perbatasan Kamboja
dan Vietnam) yang beragama Islam.
Ibu Raden Patah memiliki ketidakcocokan dengan permaisuri Raja Brawijaya. Karenanya, dengan
berat hati Brawijaya menyingkirkan sang Ibu ke Palembang. Ia menyerahkan ibunya kepada adipati
Palembang Arya Sedamar. Raden Patah dilahirkan di Palembang. Pada usia belasan tahun, Raden
Patah berlayar ke Pulau Jawa untuk belajar di Ampel Delta.
Raden Patah meninggal pada 1518. Ia meninggalkan dua orang putra, yaitu Pangeran Seda Sekar
Lepen dan Pangeran Trenggono. Ia juga meninggalkan dua orang menantu, yaitu Pati Unus dan Fatahillah.
Setelah Raden Patah mangkat, Pangeran Trenggono diangkat menjadi raja menggantikan Raden patah.
i. Sultan Trenggono
Sultan Trenggono merupakan raja Demak yang menggantikan Raden Patah. Pada masa pemerintahannya,
Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaan. Ia menjadikan Demak sebagai pusat kekuasaan di Jawa
dan salah satu pusat penyebaran agama Islam di nusantara. Selain itu, Sultan Trenggono memperluas
kekuasaaan Demak sampai ke sebagian Jawa Barat, Jayakarta, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur.
Penaklukan pesisir utara Jawa Barat dilakukan oleh Fatahillah, yang turut merintis berdirinya Kerajan
Banten dan Cirebon.
j. Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah. Ia merupakan pendiri kerajaan Cirebon. Dalam
kekuasaannya, ia berhasil menjadikan Cirebon sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa Barat.
k. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa merupakan salah satu raja Banten. Ia merupakan putra Abu Mufakhir. Ia naik
takhta menggantikan Abu’Ma’ali. Di bawah kepimpinannya, Kerajaan Banten mengalami puncak kejayaan.
Ia mempertahankan Banten sebagai pusat perdagangan di nusantara dengan bersikap tegas menolak
VOC Belanda. Saat itu, VOC ingin menerapkan monopoli perdagangan.